Pangeran Pesan Singkat




Menulis sesuai dengan keadaan hati


Gemericik hujan mulai terdengar sayup-sayup disaat ku sedang menunggu angkutan umum perkotaan yang setiap hari mengantarkanku menuju sekolah. Hujan turun sangat lebat disaat ku tiba. Untunglah, hujan tidak turun deras disaat dalam perjalanan. Aku memulai aktivitas ku di sekolah seperti biasa, tidak ada yang terlalu istimewa, senang maupun sedih. Semuanya biasa saja berjalan dengan apa adannya.

Hingga pada suatu malam, aku sangat disibukkan oleh semua pekerjaan yang menunggu untuk ku kerjakan. Ya, itulah oleh-oleh yang biasa kami dapatkan bila jam pelajaran telah usai, alasannya tidak lain tidak bukan adalah supaya kami mengulang kembali pelajaran yang telah kami pelajari di sekolah, di rumah. Memang sangat suntuk dan membosankan, tapi ya sudahlah…
Hingga larut malam aku masih mengerjakan seluruh pekerjaan rumahku yang kubawa dari sekolah. Jam sudah menunjukan pukul 10 malam, cukup larut untuk tugas-tugasku yang belum ku kerjakan sepenuhnya. Hingga aku terbuyar dari konsentrasiku karena suara nada dering handphone ku yang berbunyi menandakan ada kotak masuk dari seseorang. Aku setengah ogah-ogahan untuk mengambil handphone ku yang berada di atas meja. Dan ketika ku membuka handphone untuk membaca kotak masuk, aku agak sedikit mengrenyitkan dahiku. Karena ini tidak seperti biasanya. Haha ya, teman kelasku mengirimkan pesan singkat untuk menanyakan apakah ada tugas atau tidak untuk esok hari. Bukan masalah pesan singkatnya, tetapi aku agak sedikit terheran-heran ketika membaca siapa pengirimnya. Adhi…

Kenapa ? dia adalah teman sekelasku yang sangat acuh pada teman-teman kelasnya sendiri, termasuk aku. Bahkan jika kau bukan teman dekat ataupun sahabatnya sekalipun, kau tidak akan pernah bisa mengenalnya. Apalagi sampai bisa berbincang-bincang sepatah atau dua patah kata sebagaimana layaknya teman satu kelas yang setiap hari bertemu. Dia tidak sombong, tetapi lebih kepada pendiam. Itulah sebabnya mengapa aku sendiri pun agak sedikit terheran melihat kotak masukku yang bertuliskan nama pengirimnya itu adalah sosok yang tidak pernah ku kenali dekat.

Malam itu aku menjawab seadanya, mengetikkan tugas apa saja yang harus dikumpulkan esok hari. Meskipun agak sedikit kikuk karena ini memang pertama kalinya kami berbicara berdua. Walaupun tidak bertatapan muka, tetapi hanya dengan gerakan jemari untuk mengetikkan tiap huruf perhuruf untuk membalas pesan singkatnya.

Begitu ku selesai mengetikkan semua tugas yang ia tanyakan padaku, akupun mulai kembali mengerjakan tugas-tugas ku. Tak seberapa lama, handphone ku pun berdering kembali. “oh mungkin Adhi”. Aku kembali membuka kotak masuk handphone ku dan agak sedikit kaget karena orang yang selama ini aku anggap sangat pendiam dan tidak kukenali dekat itu tiba-tiba ramah dengan mengirim balasan pesan singkat “makasih ya, kamu baik banget. Maaf ganggu malem-malem, cuma kamu yang bales sms aku. Mungkin yg lain udah pada tidur kali ya. By the way kamu belum tidur ? J”. Aku tersenyum simpul membaca pesan singkat itu. Perlu kuakui Adhi memang sosok laki-laki paling tampan diantara teman laki-laki di kelasku. Dan teman-teman wanitaku mayoritas hampir semua mengagumi sosok pendiam itu dan begitu menggilainya. Karena selain pendiam dan memiliki wajah tampan, diapun sosok yang sangat pintar. Tetapi aku tidak seperti mereka. Bagiku, itu semua biasa saja.

Aku pun membalas pesan singkat yang kuterima dari Adhi.”iya sama-sama, gapapa kok santai aja. Belom, masih ngerjain tugas nih. Kamu sendiri?”. Percakapan singkat diantara kami membawa kami semakin asik untuk sama-sama saling membalas pesan singkat yang seharusnya memang tidak perlu kutanggapi, karena itu hanya sebatas gurauan biasa saja. Tapi entah mengapa, malam itu semua yang ku ketik di handphone untuk Adhi, seperti mengalir apa adanya. Akupun melupakan sekat diantara aku dan Adhi yang sebelumnya memang tidak pernah sama sekali bertegur sapa.

Gurauan-gurauan kecil muncul di pesan-pesan singkat itu. Aku hanya tersenyum membaca semua gurauannya. Hingga akupun tersadar, jam sudah menunjukan pukul 12 malam. Dua jam kami bersenda gurau yang awalanya hanya dari sebatas alasan untuk tugas.”Dhi, udah malem nih aku duluan ya, takut kesiangan besok”. “Ya, slamat malem ya, nice dream dan awas, kalo tidur baca doa dulu. Tau tau pas matiin lampu ada kain putih disimpul. Haha canda, night J”. Entah mengapa malam itu aku merasa dibawa terbang bersama burung yang berterbangan bebas di angkasa. Dan… disetiap akhir pesan singkatnya dia selalu menyelipkan emotikon smile, yang kuartikan setiap pesan singkat itu memiliki makna tersendiri. Entahlah…
***
Aku bergegas berangkat ke skolah dan pamit pada Ayah dan Ibu. Setibanya di sekolah kelas masih sepi, hanya aku sendiri disini. Teman-temanku yang lain belum tiba disekolah. Akupun duduk dan termenung memikirkan apa yang semalam telah terjadi. Pesan-pesan singkat, dan… gurauan itu. Ah itu hanya biasa saja, pesan-pesan singkat biasa yang sering ia kirimkan kepada teman-temannya. Tetapi, entah mengapa, aku sering merasa aneh dan berbeda. Seperti ada perasaan yang ingin kuungkapkan tetapi entah apakah itu. Lonceng berbunyi, dan jam pelajaranpun dimulai. Aku mulai sering mencuri-curi pandang pada saat jam pelajaran sedang berlangsung. Entah setan apa yang merasukiku hingga aku berbuat seperti itu. Itu semua terjadi secara spontanitas, semenjak kami melakukan percakapan melalui pesan-pesan singkat itu. Dan anehnya, kami pun setelah lebih akrab lewat pesan singkat itu, tidak pernah bertegur sapa secara langsung untuk hanya basi-basi atau apapun namanya itu. Tidak pernah.

Smakin hari akupun smakin dekat, dan lebih dekat dengan Adhi. Sosok yang sangat diidamkan oleh para wanita di sekolahku, aku beruntung bisa mengenalnya sejauh ini. Dia mulai sering mengirimiku pesan singkat dengan embel-embel menanyakan tugas apa yang harus dikumpulkan keesokan hari di sekolah. Hanya untuk memastikan. Dan mungkin memang terdengar agak sedikit berlebihan jika setiap percakapan yang kami mulai, berawal dari sebuah tugas skolah. Entah apapun itu, walaupun terdengar aneh, tetapi aku tidak memikirkannya. Dia selalu pintar untuk mencari bahan pembicaraan. Oleh karena itu, pesan singkat yang berawal sangat sederhana itu, bisa berlanjut dengan mengasyikan.
***
Handphone ku hilang, aku tidak bisa menemukannya di tas sekolahku setibanya ku dirumah. Aku panik, sangat panik. Dan hal lain yang ku panikkan yaitu Adhi, aku takut dia menghubungiku nanti. Handphone ku benar-benar hilang, dan akupun menangis. Karena itu adalah handphone ku satu-satunya. Aku bingung harus bagaimana lagi.
***
Hari demi hari kulalui. Dengan hilangnya handphone ku kemarin, aku merasa aneh, ada yang hilang. Aku benci mengakuinya, tetapi aku kehilangan sosok pangeran pesan singkatku itu, Adhi. Kami tidak bisa berhubungan kembali semenjak hilangnya handphoneku itu. Dan kami pun tidak pernah bertegur sapa dikelas sampai saat ini, untuk mungkin hanya menanyakan “hai, aku sms kamu kemarin kok ga di bales?”. Atau mungkin sederhananya hanya bertegur sapa untuk lebih akrab dan mencairkan suasana.

Kami kembali kedalam keadaan awal. Dimana tidak pernah ada tegur, sapa ataupun lainnya. Aku benci itu. Aku benci mengapa dia tidak pernah menanyakan keadaanku secara langsung ketika kami bertemu di kelas. Atau mungkin dia memang kebetulan tidak pernah menghubungiku lagi disaat handphoneku hilang dan dia tidak mengetahui apapun. Dan tidak ada yang terjadi. Sudahlah, itu hanya pesan singkat. Dia mungkin memang benar-benar hanya menanyakan tugas, tak ada yang lain.
***
Hari ini aku dibelikan handphone baru oleh orang tuaku. Aku langsung berfikir, apakah aku menghubungi Adhi dan meminta maaf karena selama ini telah menghilang secara tiba-tiba dengan tidak membalas pesan-pesan singkatnya? Tapi, siapa aku ? untuk apa meminta maaf ? bagaimana kalu dia benar-benar tidak pernah menghubungiku lagi semenjak handphoneku itu hilang? Oh Tuhan, ini sangat membingungkan. Disisi lain aku sangat merindukan pesan-pesan singkatnya. Pesan singkat yang selalu bisa menghiburku disaat malam tiba dan ku mulai jenuh dengan semua pekerjaan sekolah yang kubawa untuk kukerjakan di rumah itu. Tetapi aku lebih memilih untuk tidak menghubunginya. Siapalah aku ini.
***
 Dia telah dekat dengan temanku. Teman dekatku. Aku mengetahuinya ketika aku tidak sengaja membaca kotak masuk teman dekatku itu disaat dia menyimpan handphone nya di dekatku dan aku tidak sengaja melihat nama pengirim di kotak masuk itu, Adhi. Oh Tuhan, aku tak sanggup berkata apa-apa, aku mulai berfikiran yang tidak-tidak. Apa mungkin mereka telah dekat? Dan mungkin telah menjalin hubungan ? tapi, aku menepis semua prasangka burukku itu dengan berfikir positif.

Semakin hari tingkah laku teman dekatku itu semakin aneh. Ada yang lain dari sorot matanya. Seperti ada sesuatu yang ia sembunyikan dariku. Sesuatu yang entah apakah itu. Akupun mulai menanyakan hal itu pada teman dekatku itu. Deg. Benar saja dugaanku, mereka sudah sangat akrab seperti akrabnya aku dengan Adhi saat itu! Bahkan, semua pesan singkat yang ia kirimkan padaku sama seperti halnya yang Adhi kirimkan padaku. Aku tak bisa merespon apa-apa. Hatiku hancur. Ternyata aku terlalu banyak berharap. Oh Tuhan kuatkan lah hatiku untuk mendengar semua curahan hati temanku ini. Aku tidak mungkin menyakiti perasaannya bila dia tahu apa yang kurasakan terhadap Adhi.
***
Semenjak kejadian dihari itu, aku menjadi freak. Benar-benar freak. Bahkan aku merasa tidak ingin tinggal satu kelas dengan mereka. Adhi, dan teman dekatku itu. Sudah cukup semua rasa sakit ini. Aku sudah mencoba memendam semua rasa sakit ini ketika teman dekatku itu sering dekat dan berduaan dengan Adhi di kelas walau itu hanya “bersenda gurau” ! Karena sangat jarang sekali teman kelasku untuk bisa bersenda gurau dengannya sekalipun itu teman lelakinya. Selama ini aku tidak pernah bisa melakukan itu dengan Adhi, walau hanya untuk bertegur sapa saja. Itu tidak mungkin. Ditambah lagi ketika teman temanku menyoraki mereka, Adhi dan teman dekatku itu dengan candaan yang membuatku semakin sakit. Sangat sakit. Mereka semakin lama semakin dekat. Jauh lebih dekat.
***
Akan kupendam perasaan ini untukmu Adhi. Semoga suatu saat nanti, di waktu yang tepat, kau bisa menyadari bahwa sebenarnya di lubuk hatiku paling dalam. Aku sangat mencintaimu. Semoga kau menyadari itu. Dan aku… disini sangat terluka…..


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Citizen Journalism dan Journalism online

Proses Pengumpulan Berita